Bersyukur Karena Bahagia atau Bahagia Karena Bersyukur

Memang bahagia dan bersyukur tidak selalu memiliki kausalitas. Tapi yang akan dibahas di tulisan ini adalah rasa bahagia sebagai konsekuensi bersyukur atau sebaliknya bersyukur sebagai konsekuensi mendapat kebahagiaan. Apa perbedaan mendasar dari kedua hal ini? Akan dibahas ditulisan ini. Hal ini ibarat halnya dengan pertanyaan “senyum karena bahagia atau bahagia karena senyum?” Dalam artikel tersebut, ternyata kita tersenyum karena bahagia dan kita bisa bahagia karena tersenyum.

Keadaan yang sering dijumpai adalah kita bersyukur karena kita bahagia. Hal ini wajar karena secara natural kita sangat menerima pemberian nikmat bahagia dari Allah swt. Bahkan sekalipun nikmat yang membuat bahagia tersebut awalnya tidak pernah diharapkan. Namun sebaliknya, kita cenderung sulit menerima musibah yang Allah swt bebankan. Sehingga, karena tidak bahagia mendapat musibah maka banyak dari kita yang tidak bersyukur ketika mendapat musibah.

Bagaimana bila kita balik, bahagia karena bersyukur (beryukur maka kita bahagia)? Keadaannya akan berubah, ketika mendapatkan kemudahan atau kesulitan maka kita harus bersyukur. Rasa syukur inilah yang akan membuat hati tenang dan bahagia. Tidak akan ada bedanya lagi kesulitan dan kemudahan, pada akhirnya akan membuat kita bahagia. Tentu saja karena bersyukur.

Coba bayangkan begini, Anda diberikan kesulitan, apapun itu, kemudian Anda besyukur. Kita akan memahami bahwa masalah yang dibebankan pada kita, hanya kita lah yang mampu menanganinya. Dengan demikian, semakin berat masalah yang Anda hadapi, semakin tinggi pula Allah swt memandang kesanggupan Anda. Bukankah kita patut berbahagia? Tentu kalau level Anda sekarang adalah kelas SMA, maka Anda akan lebih bahagia mendapat soal ujian anak SMA dibandingkan soal ujian anak SD, bukan? Jadi, bila kita sedang bersedih, bersyukurlah, maka Anda akan merasakan kebahagiaan.

Terlalu Banyak Hal Diluar Kendali Kita – Hiduplah Mengalir

Pernah membayangkan bagaimana semesta ini bekerja? Seberapa kompleks? Bahakan, bila dibandingkan dengan diri kita sendiri, semesta lah yang lebih layak menanyakan eksistensi diri kita. Kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi dikemudian hari, bahkan tidak pernah tahu apakah sedetik kemudian masih hidup?

Namun demikian, melakukan usaha adalah sifat dasar sebagai makhluk hidup. Sebab disebut hidup bila ada perubahan dan perubahan tidak mungkin tercapai tanpa melibatkan usaha. Berbeda dengan benda, tidak pernah mengalami perubahan kecuali mendapatkan kerja (usaha) dari luar. Dan manusia bukan hanya hidup tetapi juga berpikir, maka tidak cukup dengan usaha yang asal. Standar kemanusiaan tentulah lebih tinggi dibandingkan dengan hewan. Bila hewan memiliki strategi untuk bertahan hidup, manusia harus lebih dari itu. Kehidupan kemanusiaan tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga meciptakan peradaban sebagai buah eksitensi dirinya.

Inti dari persoalan ini adalah bagaimana berusaha ditengah ketidakpastian. Apakah harus berstrategi menghadapi kekompleksan semesta? Satu orang melawan seluruh komponen semesta kecuali dirinya? Bukan persoalan mudah memang! Satu sisi, kita perlu berusaha semaksimal mungkin, sisi lain sistem semesta terus bekerja dengan cara yang tidak diketahui. Terlalu banyak hal yang diluar kendali kita, usaha kita pastilah terabaikan. Kalaupun berhasil, mungkin sebetulnya bukan karena usaha kita, melainkan karena memang semesta sedang ingin melakukan hal tersebut.

Lalu bagaimana? Tidak usah berusaha? Tidak mungkin, sebab berdiam pun adalah suatu bentuk usaha. Lalu?

Hal yang perlu kita ubah adalah paradigma berusaha tersebut. Berusaha itu tidak berkaitan dengan hasil. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sistem semesta itu terlalu kompleks bila menganggap usaha kita dapat mengubah semesta. Sesungguhnya yang berubah adalah pandangan kita terhadap menyikapi semesta itu sendiri. Saat kita melakukan usaha kemudian mendapatkan hasil sesuai harapa, kita telah berprasangka bahwa semesta telah mengikuti kehendak kita. Begitupun bila mendapat hasil yang tidak sesuai, kita telah berprasangka bahwa usaha kita gagal. Bila begitu, lalu hasil yang kita dapatkan itu darimana kalau bukan karena usaha kita sendiri? Karena semesta menghendaki hal tersebut bukan berarti semesta telah tunduk atas usaha kita.

Memang ada banyak sekali hal yang seolah memiliki kausalitas diantaranya hasil sering dikaitkan dengan sebab usaha. Padahal hasil sama sekali bukan ada di kehendak kita.

Hidup Mengalir

Hidup mengalir sering disalah artikan sebagai hidup yang terbawa arus. Kemanapun arus pergi, ia akan terbawa. Sehingga “hidup mengalir” sering dihakimi sebagai jalan hidup yang tidak baik.

Bila kita mencermati dengan benar, kata “mengalir” memiliki arti yang tidak sama dengan terbawa arus. Ada yang bilang mengalir selalu dari atas ke bawah, jatuh, maka cara hidup mengalir adalah cara yang buruk. Konon kita harus berani melawan arus. Sekali lagi saya tekankan, ini adalah cara pandang yang keliru, “mengalir” tidak sama dengan “terbawa arus.”

Mengalir secara fisis adalah berpindah/bergerak. Lihat lah, sangat sesuai dengan fitrah manusia, harus berubah, bergerak! Terlebih mengalir berarti memiliki perbedaan potensial (dorongan). Semakin besar dorongan, semakin kuat mengalir. Tidakkah kita perhatikan, batu yang keras saja bisa berlubang hanya dengan tetesan air terus menerus. Bagaimana dengan aliran yang deras? Berkaitan dengan konsep usaha di atas, hidup mengalir sangat sesuai sebab mengalir tidak pernah memperhatikan muaranya dimana. Yang penting berusaha dan berusaha, tidak perlu menanti-nanti hasil.

Memahami Konsep Mengalir

Perlu diperhatikan bahwa mengalir itu bukan berarti kebawah. Sebab kalau mengalir hanya kebawah, mana mungkin kita bisa mandi air tanah?

Pastilah Anda akan berkomentar, ya itu karena pakai pompa. Tepat! Air dapat mengalir ke atas dengan bantuan pompa. Bahkan tidak hanya ke atas, tapi ke segala arah sesuai kemana kita arahkan aliran tersebut. Perlu disadari bahwa air secara natural mengalir kebawah bukan tanpa sebab. Perbedaan potensial gravitasi lah yang menarik air kebawah. Lain halnya dengan pompa, perbedaan potensial akibat tekanan pompa dapat diarahkan sedemikian rupa.

Sekarang kita paham bahwa mengalir tidak melulu kebwah. Kita bisa mengalir kemanapun yang kita mau, asalkan memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan. Dalam kehidupan nyata, potensial yang kita perlukan adalah potensi diri. Baik dari segi ilmu maupun skill. Semakin tinggi potensi kita, semakin mudah mengalir kemanapun yang kita mau.

Pada akhirnya, terkadang tulisan dibuat bukan untuk dipahami, mungkin untuk membuat bingung? Tapi yang terpenting adalah, dengan hidup mengalir, kita memahami betul bahwa segala kejadian sudah sedemikian rupa diatur oleh yang Maha Kuasa. Usaha apapun yang kita lakukan, lakukan lah dengan ikhlas, artinya tidak pernah menghakimi kejadian yang akan datang sebagai bentuk balasan dari usaha yang dilakukan.

Pixel2Other – Ambil Data dari Grafik

Suatu ketika kita memerlukan data, misalnya untuk pembanding atau referensi. Namun, umumnya data yang tersedia dialam makalah ilmiah hanya berupa grafik, jarang yang menampilkan data mentahnya. Oleh sebab itu, untuk memproduksi ulang data pada grafik tersebut diperlukan aplikasi tertentu. Banyak aplikasi yang tersedia untuk memproduksi ulang data dari grafik, sebagian perlu lisensi karena berbayar. Pixel2Other hadir sebagai solusi masalah ini, aplikasi GRATIS ini dapat digunakan untuk mengambil data baik dari grafik skala linier maupun grafik skala logaritmik.