Cinta karena Allah

Aku mencintaimu karena Allah.

Kira-kira seperti itulah ungkapan yang Rasulullah ajarkan,

Jika salah seorang di antara kalian mencintai saudaranya hendaklah dia memberitahu saudaranya itu bahwa dia mencintainya.”

HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 421/542, shahih kata Syaikh Al Albani

Tapi, implementasinya bagaimana? Kalimat tersebut mungkin akan sangat berat diucapkan, mengingat itu menyandarkan kecintaannya sebab Allah swt. semata. Sedangkan kita, umumnya mencintai orang lain karena kecantikannya, kebaikan hatinya, atau sebab lainnya yang membuat kita tertarik.

Persoalan pertama yang kita hadapi adalah apakah cinta yang kita miliki benar-benar karena Allah? Bukan sebab lain? Bagaimana kita mengidentifikasinya? Bila cinta kita bukan karena Allah, lalu cinta karena Allah itu seharusnya seperti apa?

Mencintai karena Allah semakna dengan mencintai dengan ikhlas. Secara umum ikhlas berarti satu niat untuk satu tujuan (tidak mencampurka dengan tujuan-tujuan lain). Sebagai contoh, kita berniat pergi ke warteg untuk makan dan jika tujuan kita hanya untuk makan maka kita telah ikhlas. Akan tetapi, bila niat kita ke warteg untuk makan namun tujuannya ada lebih dari satu, misal untuk makan dan untuk menghindari makan dirumah, maka hal ini dapat dikatakan kita tidak ikhlas. Secara khusus, dalam syariat islam, ikhlas merujuk pada niat yang hanya untuk Allah swt. semata. Sebagaimana kita solat, maka niat kita hanya untuk Allah swt. semata. Sehingga tujuan solat hanya untuk beribadah kepada Allah swt. saja. Itulah disebut ikhlas. Bila ada tujuan lain maka niat sudah dikotori dan menjadi tidak ikhlas.

Dengan demikian, mencintai karena Allah dapat dimaknai sebagai sikap/rasa mencintai yang tujuan akhirnya semata-mata untuk ibadah kepada Allah swt. Sehingga, pada pasangan yang saling mencintai dengan ikhlas maka tidak lain tujuannya adalah pernikahan dan membentuk rumah tangga. Tidak hanya itu, bahkan telah banyak kasus, bahwa bisa saja suatu pasangan yang saling mencintai setelah menikah.

Dari uraian diatas, jelas tidak mungkin ada rasa cinta yang ikhlas, bila tujuannya bukan untuk ibadah (misal, membentuk rumah tangga). Ini menjadi indikator pertama bahwa cinta yang kita miliki karna Allah atau bukan. Sedangkan intdikator kedua, cinta yang ikhlas maka akan membawa pada kebaikan dan pada akhirnya menambah keimanan. Indikator berikutnya adalah cinta yang ikhlas tidak akan mengalahkan kecintaan kita kepada Allah swt. Mungkin kisah cinta ditulisan sebelumnya bisa menjadi gambaran.

Lalu apakah ada cinta yang tidak ikhlas? Tentu saja. Sebagaimana pada tulisan sebelumnya, cinta bersumber dari nafsu. Ada dua jenis nafsu, nafsu yang mendorong kearah kebaikan dinamakan takwa. Sedangkan nafsu yang mendorong kearah keburukan dinamakan fujur. Cinta yang ikhlas, tentu bersumber dari takwa. Sedangkan cinta karna selain Allah swt. pastilah bersumber dari fujur. Dimana berisi dorongan-dorongan keburukan. Sebagaimana kita pahami, pergaulan bebas sering mengkambinghitamkan cinta dalam berbuat kemaksiatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *