Cinta

Kisah Nabi Ibrahim (kesejahteraan dilimpahkan atasnya) secara ringkas terabadikan di QS. Ash-Shaaffaat: 99-112. Tentu banyak hikmah yang dapat diambil. Diantara hikmah yang menarik, bagi saya adalah kisah ini memberi makna cinta.

Kisah dimulai ketika Nabi Ibrahim dan Sarah, istrinya, yang telah hidup bahagia bertahun-tahun lamanya namun belum dikaruniai seorang anak. Tentu, Nabi Ibrahim sangatlah sabar dan terus berdoa agar mendapatkan seorang anak yang soleh, yang akan meneruskan perjuangannya menegakan tauhid. Saking harunya mendengar doa Nabi Ibrahim, Sarah pun menawarkan Hajar, pembantunya saat itu, untuk dijadikan istri kedua Nabi Ibrahim. Dari sini, kita sudah disuguhkan “pengorbanan” Sarah.

Setelah Nabi Ibrahim menikahi Hajar, dengan kehendak Allah swt., mereka dikaruniai anak. Anak itu bernama Ismail, yang ternyata sesuai harapan Nabi Ibrahim, seorang anak yang soleh dan menjadi penerusnya. Kecintaan Nabi Ibrahim kepada anaknya, Ismail, sungguh luar biasa. Bagaimana tidak, ialah seorang anak yang telah dinanti-nanti. Bahkan Sarah rela berbagi dengan Hajar agar Nabi Ibrahim memiliki anak.

Namun, kebahagiaan itu mendadak sirna, ketika Nabi Ibrahim dihadapkan fakta bahwa Allah swt. mewahyukan padanya agar menyembelih Ismail. Seorang anak yang sangat dicintai, dinanti-nanti kelahirannya, kini harus ia sembelih dengan tangannya sendiri? Setelah Sarah, kini Nabi Ibrahim lah yang harus melakukan “pengorbananan”. Namun Ismail, dengan kesalehannya hanya berkata, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Tiba dihari dimana akan dilaksanakan penyembelihan. Nabi Ibrahim kini ikhlas berserah diri untuk mengorbankan Ismail. Peralatan sembelihan telah siap, Ismail telah berpangku untuk siap sedia disembelih. Ketika itu pula, Allah swt. memberikan dua kabar bahagia sekaligus. Pertama, Ismail tidak jadi disembelih, Allah swt. ganti dengan hewan sembelihan yang besar. Kedua, Nabi Ibrahim akan dikaruniai anak kedua bernama Ishaq, anak yang soleh, dan menjadi Nabi pula, anak ini akan lahir dari rahim ibunda Sarah.

Kisah diatas, saya telah menambahkan tanda petik pada kata “pengorbanan”. Pengorbanan dalam kisah tersebut adalah bentuk ujian dari Allah swt. Bahwa, satu-satunya cinta yang diutamakan adalah cinta kepada Allah swt. Kecintaan manusia kepada manusia lain tidaklah lebih utama dibandingkan dengan kecintaan kepada Allah swt. sang pencipta manusia itu sendiri. Kisah diatas menyuguhkan kecintaan Sarah yang amat kepada Nabi Ibrahim. Kemudian Allah swt, uji dengan bertahun-tahu tidak dikaruniainya anak. Kecintaan Sarah terhadap Allah swt. diuji, apakah ia lebih mencintai-Nya atau lebih mencintai suaminya. Kemudian, Nabi Ibrahim pun Allah swt. uji, apakah lebih mencintai-Nya atau lebih mencintai anaknya.

Sarah dan Nabi Ibrahim berhasil menunjukan bahwa kecintaannya kepada Allah swt. lebih utama dari apapun. Allah swt. membalas cinta mereka dengan menambahkan nikmat yang tak pernah terputus. Bahkan sampai sekarang, umat islam mengabadikan keistimewaan Nabi Ibrahim dalam solat.

“Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il] Telah menceritakan kepada kami [Hammam] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] bahwa [Urwah bin Az Zubair] Telah menceritakan kepadanya dari [Ibunya] yakni Asma`, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada yang lebih pencemburu daripada Allah.”

HR. Bukhari No 4821

Kisah dilema cinta pun tidak hanya dialami Nabi Ibrahim. Tapi juga Nabi Yaqub, dimana ia menanti-nantikan anak yang akan menjadi penerusnya. Kebahagiaan yang teramat bagi Nabi Yaqub adalah ketika Nabi Yusuf telah terlahir. Namun, kecintaan Nabi Yaqub kepada Nabi Yusuf kini Allah swt. uji. Nabi Yaqub harus berpisah dengan Nabi Yusuf selama bertahun-tahun lamanya. Disaat itu pula, Nabi Yaqub bahkan sampai sakit, matanya menjadi tidak bisa melihat karena terlalu banyak menangis. Hingga suatu saat Nabi Yaqub sadar, bahwa ia belum mengorbankan “Ismail”-nya sebagaimana Nabi Ibrahim mengorbankan Ismail-nya. Setelah Nabi Yaqub menyadari, kemudian ikhlas berserah diri, datanglah kabar bahwa ia akan segera Allah swt. pertemukan dengan anaknya. Singkat cerita akhirnya mereka berjumpa dan bahagia. Mata Nabi Yaqub pun atas izin Allah swt. sembuh dan bisa melihat kembali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *